Mengolah Limbah Ternak Kelinci menjadi Pupuk Organik
Usaha peternakan kelinci selain menghasilkan produk utama berupa daging,
bulu (wool), dan kulit bulu (fur), juga menghasilkan produk sampingan
berupa limbah yaitu feses (kotoran) dan sisa-sisa pakan, limbah tersebut
apabila tidak dikelola dan ditangani dengan baik berpotensi menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan, Feses kelinci dan sisa-sisa pakan
berupa konsentrat (pellet) dan hijauan merupakan limbah organik yang
masih banyak mengandung unsur-unsur nutrisi yang cukup tinggi. Limbah
tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan atau diolah
menjadi bahan yang lebih berguna dan mempunyai nilai ekonomis
Salah satu cara pengolahan limbah organik yang cukup sederhana yaitu
dengan teknologi pengomposan (composting). Pengomposan adalah proses
perombakan (dekomposisi) bahan-bahan organik dengan memanfaatkan peran
atau aktivitas mikroorganisme. Melalui proses tersebut, bahan-bahan
organik akan diubah menjadi pupuk kompos yang kaya dengan unsur-unsur
hara baik makro ataupun mikro yang sangat diperlukan oleh tanaman.
Proses pengomposan pada umumnya dilakukan secara konvensional yaitu yang
dilakukan secara alami tanpa bantuan aktivator sehingga prosesnya
memakan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu untuk mempersingkat
waktu, maka proses pengomposan dilakukan dengan menambahkan aktivator
kedalam bahan komposan. Aktivator merupakan bahan yang dapat mempercepat
proses pengomposan atau perombakan bahan-bahan organik. Salah satu
bahan aktivator yang sudah lama dikenal dan banyak beredar di pasaran
yaitu EM4 (Effective Mikroorganisms4). EM4 adalah suatu bahan aktivator
berupa larutan yang mengandung mikroorganisme fermentatif yang dapat
bekerja secara efektif dalam merombak bahan-bahan organik. EM4
(Effective Mikroorganisms4) ialah suatu kultur campuran mikroorganisme
bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi (yeast),
danActinomycetes (APNAN, 1995), sedangkan menurut Wididana dan Higa
(1993), EM4 merupakan suatu kultur campuran dalam medium cair berwarna
coklat kekuning-kuningan, berbau asam, dan terdiri atas bakteri asam
laktat, bakteri fotosintetik, Actinomycetes, khamir (ragi), dan jamur
yang semuanya menguntungkan.
Feses kelinci maupun sisa-sisa pakan berupa konsentrat (pellet)
merupakan limbah organik yang banyak mengandung unsur nitrogen (N),
sedangkan untuk mencapai nisbah C/N yang ideal dalam proses pengomposan
diperlukan campuran bahan organik lainnya yang mengandung sumber karbon
(C). Salah satu bahan organik yang mengandung sumber karbon yang cukup
tinggi yaitu serbuk gergaji albasia. Serbuk gergaji albasia adalah
limbah organik yang berasal dari hasil penggergajian kayu albasia
(Albizzia falcata). Nisbah C/N merupakan perbandingan unsur karbon dan
nitrogen yang terdapat dalam suatu bahan organik. Kedua unsur tersebut
digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan bahan sintesis
sel-sel baru. Nisbah C/N sangat penting untuk diperhatikan karena
berpengaruh langsung terhadap kehidupan mikroorganisme yang berperan
dalam proses pengomposan. Nisbah C/N dalam bahan komposan yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat laju pertumbuhan
mikroorganisme, akibatnya proses pengomposan menjadi terganggu dan
berjalan lambat sehingga akan berpengaruh terhadap produksi dan
penyusutan bahan komposan.
Di dalam pengomposan akan terjadi perubahan yang dilakukan oleh
mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulosa, hemiselulosa, lemak,
serta bahan lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Dengan adanya
perubahan-perubahan tersebut, maka bobot dan isi bahan dasar kompos akan
menjadi berkurang antara 40 – 60 %, tergantung bahan dasar kompos dan
proses pengomposannya (Musnamar, 2007), sedangkan menurut Yuwono (2005),
pengomposan secara aerobik akan mengurangi bahan komposan sebesar 50 %
dari bobot awalnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses biologis dalam pengomposan adalah
nisbah C/N, kadar air, ketersediaan oksigen, mikroorganisme,
temperatur, dan pH, namun dari faktor-faktor yang mempengaruhi
pengomposan tersebut yang terpenting adalah rasio unsur C dan N dalam
bahan komposan (Merkel, 1981). Menurut Yuwono (2005), Kisaran
perbandingan unsur C dan N dalam bahan komposan yang optimum untuk
proses pengomposan ialah antara 25 – 30 merupakan nilai perbandingan
unsur C dan N yang terbaik sehingga bakteri dapat bekerja sangat cepat.
Sedangkan menurut Djuarnani, dkk. (2005) proses pengomposan yang baik
rasio C/N antara 20 – 40, namun rasio C/N yang ideal bagi kehidupan
mikroorganisme dalam proses pengomposan ialah sebesar 30 (Kadar air
(kelembaban) yang ideal untuk proses pengomposan adalah sebesar 50 – 60
%, dengan pH optimum antara 6 – 8.
(Dari berbagai sumber-wd)
www.kopnakci.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar